Ita Si Gadis Liar Ita, waktu itu berusia 23 tahun. Aku mengenalnya sejak SMP. Tubuhnya 163 cm/49 kg. Ita ini hobinya makan dan tidur. Karena itu berat badannya sangat fluktuatif. Pertama kali kenal, Ita adalah seseorang yang cukup padat tubuhnya dengan berat 55 kg. Pernah pula aku bertemu dengan Ita yang gemuk sampai 65 kg. Jika kalian para wanita merasa tidak percaya diri dengan berat badanmu, tirulah Ita. Dia tidak pernah minder atau rendah diri. Senyumnya selalu mengembang. Orangnya ceria sekali, bertolak belakang dengan Ria. Di samping itu, Ita sangat tangguh dalam mengejar berat badan ideal. Karena itu, aku sempat sangat terkejut menemukan Ita yang langsing.. hanya 49 kg! Sebuah usaha yang patut mendapatkan penghormatan dariku. Karena sifatnya yang mudah bergaul plus wajahnya yang cantik, sejak SMP Ita sudah mengenal pacaran. Sampai kemudian di SMU, kami satu sekolah juga. Jumlah cowok yang mengisi hari-hari Ita semakin banyak. Naik kelas 2 SMU, kami satu kelas. Karena aku dianugerahi IQ yang tinggi (151), pelajaran yang oleh sebagian besar teman-temanku sulit dicerna terasa mudah bagiku. Karena itu tak heran jika PR-ku sering dicontek teman-temanku. Aku memang dengan bebas mempersilakan siapa pun belajar dariku, kecuali waktu test. Teman-temanku sering mengganti istilah aE~menyontekaE? dengan aE~belajar waktu testaE?. Ada-ada saja. Tetapi aku agak aE~pelitaE? untuk yang satu ini. Ita adalah salah satu teman wanita yang minat dan kemampuannya kurang di pelajaran eksak. Karena rumahnya tidak jauh dari rumahku, maka Ita adalah salah satu teman yang paling rajin ke rumahku. Keluarga kami saling mengenal dengan baik. Jadi kehadiran Ita di rumahku sudah seperti keluarga sendiri. Ita bebas keluar masuk rumahku, kecuali keluar masuk kamar tidur tentunya. Bahkan sampai kuliah, walaupun berbeda jurusan, kami tetap satu universitas. Ita semakin modis dan cantik. Rambutnya disemir kecoklatan plus ion dengan busana yang mengikuti trend. Benar-benar tipikal gadis yang mengikuti perkembangan jaman. Waktu itu aku ingat Ita baru putus dari pacarnya sebulan yang lalu. Aku tahu karena aku beberapa kali menjadi teman curhatnya. Suatu sore, Ita meneleponku. aEsBoy.., gue ditembak Yudha kemaren.. Wuih.. Gak nyangka anak kuper begitu seleranya tinggi amat..aEt cerocos Ita cerewet. Aku yang tadinya tidak berpikir macam-macam ?alias murni bercanda-, sekarang jadi curiga. aEsYa boleh dong Boy dikasih tahu kelembutannya Ita..aEt jawabku makin berbisik. Waduh.. Kok sepertinya aku jelek sekali sampai Ita bicara seperti itu. Tapi emang sih aku masih jomblo.. aEsTrus naksir siapa, Ita? Kamu boleh cerita ama aku kalau kamu mau..aEt Dia tidak sadar aku mendengarkannya dengan terkejut. Wah.. Anak ini.. Tapi memang sasaran Ita si Hendra anaknya cakep. aEsLho, Ita.. Aku kan tingginya nggak beda jauh ama Hendra? Body-ku juga pas kan? Bibirku juga sexy. Kenapa lebih memilih Hendra?aEt godaku lebih jauh. Aku tiba-tiba ingin tahu posisiku di matanya. Padahal.. Aku sama sekali tidak menyukai si Ita. ***** Besok siangnya, sepulang kuliah aku santai di ruang keluarga. Papa mamaku belum pulang kerja. Adik-adikku sedang tidur siang. Pembantuku juga tidur mungkin. Aku sedang mengotak-atik komputer saat itu. Seingatku waktu itu aku sedang membuat mini games dengan Turbo Pascal. Kudengar pintu pagar terbuka disusul suara anjingku yang menggonggong menyambut tamu yang rupanya sudah dikenalnya. Ita. aEsHai Boy.. Lagi ngapain?aEt Ita segera duduk di sofa sambil melihat ke komputerku. Tentu saja boleh. Game computer bisa kubuat kapan pun. Segera aku simpan pekerjaanku dan kumatikan komputerku. aEsTentang si Yudha atau si Hendra?aEt tanyaku menebak. Aku banyak mendengar cerita dari teman-temanku yang langsung kissing pada hari jadian mereka. Jadi, aku menganggap hal itu biasa terjadi. aEsYa bener nggak masalah. Tapi masa kissing belum apa-apa, tangannya sudah mau menjelajahi tubuhku. Meremas payudaraku. Wah.. Cowok apaan tuh? Emang pacaran buat apaan? Nge-sex?aEt protes Ita. Kali ini kuakui Hendra memang terburu nafsu. Tapi aku ingin memancing Ita lebih jauh lagi. Kali ini aku seperti disambar petir. Sungguh di luar dugaanku. Sekian detik aku berusaha mencerna maksud kalimatnya. Merekonstruksi kejadian telepon kemarin, kisah Yudha, dan Hendra. Aku punya dugaan, tetapi aku belum yakin. Tiba-tiba darahku berdesir. Aku tegang memikirkan kata-kataku selanjutnya untuk memancing apa maksud Ita. aEsHm.. Ita terlalu berharga untuk sekedar di sentuh..aEt bisikku. Kali ini aku menyelidiki matanya. Eyes never lies. Pupil matanya mengecil. Ita menyimpan sesuatu. Dugaanku semakin kuat. Aku hampir melonjak kegirangan ketika menemukan kesimpulanku. Tapi aku bukan pria yang gegabah. Aku masih membutuhkan tambahan informasi untuk dugaanku. Kurasakan penisku ereksi. Entahlah, kalau otakku lagi menaikkan kinerjanya, seringkali penisku ereksi. aEsKalau aku.. Aku akan membuat Ita melayang. Menembus awan, terbang ke langit merasakan kebebasan. Ya.. Boy mungkin akan jauh lebih berani dari Hendra..aEt Aku berdebar menantikan reaksi Ita. Aku berharap pembaca mengerti. Dalam dugaan di pikiranku saat itu, cerita tentang si Hendra adalah rekayasa Ita. Aku sudah pada satu kesimpulan bahwa Ita menyukai dan menginginkanku. Dan Ita memancingku untuk mengetahui seberapa berani aku terhadapnya. Tetapi memang dugaanku ini menyisakan kemungkinan untuk salah. Jika ternyata Ita jujur, maka aku sudah telanjur mengungkapkan hasratku. Aku setali tiga uang dengan hendra. Menginginkan tubuh Ita. aEsBagaimana cara Boy membawaku terbang melayang..?aEt bisik Ita sambil mendekatkan wajahnya. Aku mulai bisa merasakan hangat nafasnya. Aku jadi takut melangkah. Seharusnya aku sudah menciumnya saat itu. Merengkuh tubuhnya dan menunjukkan caraku membawanya terbang melayang. Daripada dengan kata-kata, jauh lebih baik dengan perbuatan. Tapi justru sikap Ita membuatku hati-hati. Penisku semakin tegang. Gila.. Apa maksudmu, Ita? Sedetik.. Dua detik.. Tiga detik.. Dan aku memutuskan untuk tidak menciumnya. Aku berdiri dan duduk di sofa di sampingnya. Ini rumahku. Tentu aku tidak mau dipermalukan di rumahku sendiri. Tampaknya aku kehilangan momen menentukan tadi. aEsBoy?aEt bisik Ita. Dia memalingkan tubuhnya menghadapku. Plak!, sebuah tamparan dari Ita ke wajahku. Aku terkejut. Tidak ada alasan bagi Ita untuk berhak menamparku. Aku tidak bersalah. Sedetik kemudian aku sadar. Ini mungkin momen kedua. Tamparan tadi pasti ijin dari Ita agar aku menciumnya. Dan aku merengkuh tubuhnya. Menciumnya tepat di bibirnya. Ita menyambut ciumanku dengan dahsyat. Bibirnya bergerak lincah berpadu dengan lidahnya yang menari-nari mencumbuku. Aku merasakan sensasi baru dalam bercumbu karena kehebatan Ita memainkan lidahnya. Lidahnya seperti punya nyawa sendiri. Bisa hidup dan bergerak sendiri. Aku tentu saja tidak mau kalah. Kugunakan bibir dan lidahku pula untuk melayani permainannya. Benar-benar percumbuan yang panas. Tangannya mengacak-acak rambutku. Sedangkan aku terkonsentrasi pada bibirnya. Tanganku menahan lehernya agar tetap dekat denganku. aEsUhm..aEt ciumanku beralih ke pipi, leher dan telinganya. Ita menggelinjang hebat ketika aku mencium telinganya. Bahasa tubuh Ita ini khas sekali. Sangat penuh dengan sentakan. Seakan-akan seluruh tubuhnya berisi titik-titik peka yang mudah dirangsang. Bagian apa pun yang kusentuh dengan tanganku, membuatnya menggelinjang. Gadis ini liar dan menggairahkanku! aEsSi Hendra itu rekayasamu, ya?aEt bisikku di telinganya untuk memastikan dugaanku. Aku tertawa penuh kemenangan dalam hati. Dugaanku ternyata benar. Untung aku tidak kehilangan momen keduaku ini. Tanganku menyelusup ke balik kaosnya. Meraba kait bra-nya yang 34C dan melepas bra-nya turun. Dengan lembut aku menempatkan telapak tanganku ke payudaranya. Aku meletakkan putingnya tepat di tengah telapak tanganku dan mulai kuputar tanganku. Sesekali aku menekan payudaranya yang lembut. aEsKau.. Memang lembut Ita..aEt bisikku. Lidahku kini memasuki telinganya. Ita kegelian. Sontak kepalanya menunduk ke arah bahunya, menjepit wajahku. Refleks menahan geli. Tangan kiriku dengan leluasa menjelajahi punggungnya yang ditumbuhi bulu-bulu sangat halus. Ita beberapa kali tersentak menahan rangsangan di punggungnya. Wah.. Gadis ini mudah sekali dirangsang, pikirku. Bibir kami kembali beradu. Bercumbu dengan sebebas-bebasnya. Sepuas-puasnya. Aku terkejut ketika tiba-tiba Ita melenguh cukup keras. Kuatir kalau adik atau pembantuku terbangun dari tidurnya. Dengan bersemangat aku menggendong tubuh Ita. Sambil tetap bercumbu aku membawanya masuk ke kamarku. Membaringkan tubuh Ita ke spring bed, mengunci pintu, menyalakan AC dan memutar radio. Setidaknya suara Ita tidak akan terdengar sampai keluar. Begitu aku selesai memutar radio, kulihat Ita sudah melepas kaosnya dan celana dalamnya. Dia telanjang bulat di depanku. Sungguh tubuhnya sangat indah. Payudaranya yang 34C terlihat begitu memukau. Bentuknya sangat seksi. Pas di tubuhnya yang langsing. Beberapa saat kami berhadap-hadapan. Aku menikmati memperhatikan tubuhnya yang utuh. Ita kemudian melompat ke arahku. Memelukku sambil tangannya bergerak cepat melepas kaos dan celanaku. Sangat terampil dan cekatan. Dalam waktu singkat kami sama-sama telanjang bulat. Ita sungguh liar. Sambil sama-sama berdiri kami bercumbu lagi. Beberapa kali aku harus menahan keseimbangan agar tidak terjatuh. Ternyata sulit bercumbu dengan penuh semangat sambil berdiri tanpa sandaran. Perlahan aku menyandarkan tubuh Ita ke dinding kamarku. Eh, Ita tidak mau. Aku yang disandarkannya ke dinding kamarku. Dia menyerangku. Mencumbuku dengan semangat. Lidahnya mulai menyapu leherku, dan menggigitku kecil. Kemudian turun ke dada, perut dan akhirnya menemukan penisku yang sudah berdiri tegak. aEsAagh..aEt aku melenguh menahan nikmat saat Ita mulai mengoralku. Tidak hanya mengoral. Tangannya juga aktif memijat penisku dari batang penis, menuju pangkal penis. Memainkan testisku, kadang tangannya dengan nakal membuat guratan maya dari penis ke anusku. Sangat menggairahkan. Oralnya dahsyat juga. Ita tanpa segan mengulum penisku dan sepertinya dia berusaha menelan semua penisku! aEsAh.. Ah..aEt aku hanya bisa mendesah. Kepala penisku semakin membesar dengan warna kemerahan. Aku tahu, ini ereksi maksimalku. Penisku mencapai diameter terbesarnya. Sekitar 4.2 ? 4.7 cm. Ita makin bersemangat mengoralku. Sekarang dia berusaha menghisap kepala penisku. Oh.. Dia menemukan sisi lemah penisku. Aku paling tidak tahan kalau serangan oral ditujukan hanya ke kepala penisku. aEsLepas dulu Ita, aku tidak tahan..aEt bisikku. Daripada aku orgasme saat itu, rugi berat. Aku harus pandai mengatur tempo. Ita mematuhiku. Dia hanya memijat penisku dengan tangannya. Perlahan aku ikut menunduk. Mataku menatap selangkangannya. Ita tampaknya mengerti maksudku. Dia duduk di atas spring bed dan membuka kakinya lebar-lebar. Kepalaku masuk dan aku mulai mengoralnya. Baunya mirip dengan Ria, sama-sama khas. Tetapi bau milik Ita lebih harum. Belakangan aku tahu Ita menggunakan pengharum khusus. Aku merasa lebih enjoy mengoral Ita kali ini. Vagina Ita bulunya dicukur sampai hanya tersisa sedikit. Aku menyibak labia mayoranya dan mulai menyedot vaginanya. aEsArg..aEt Ita melenguh. Lidahku menari-nari dengan bebas. Menghisap dan menjilat dengan leluasa. Aku seperti menemukan sirup kental asin di vaginanya yang basah. Aku mulai terbiasa dengan rasa asin itu. Kunikmati saja. Srrt.. H.. Slurrpp.., aku benar-benar mengoral Ita sepuasku. Tubuh Ita tersentak-sentak. Rambutku dijambaknya dengan keras. Bahkan kadang tangannya mengepal memukuli tubuhku. aEsBoy, ah.. Kau.. Arghh..aEt suara Ita tak kudengar jelas. Dia meraung dan menggelinjang. Setelah beberapa menit, mulutku terasa capek. Aku kemudian menggunakan dua buah jariku untuk mencari G-spotnya. Di dinding dalam vaginanya, aku menemukan daerah yang ada bintik-bintik kecilnya. Aku berhenti disitu dan mulai merangsangnya disitu. Tubuh Ita bergetar makin hebat. Aku belum yakin apakah itu G-Spotnya, tetapi yang jelas reaksi tubuh Ita sungguh dahsyat. Dia sampai menjerit dan berteriak.. aEsArgh.. Enaakk!! Terus Boy..!aEt Aku tak peduli apakah teriakan Ita terdengar sampai keluar. Yang jelas aku makin bersemangat menyiksanya dengan kenikmatan. Tak lama kemudian aku mengambil kondom dan memakainya. Aku sampai saat itu masih tetap ingin bercinta dengan kondom. Ita tampaknya tidak keberatan aku memakai kondom. aEsSudah pengalaman pakai kondom ya?aEt goda Ita. Aku tersenyum. Jadi ingat Ria, nih. Aku meminta Ita membalikkan tubuhnya. Ingin kucoba posisi doggy. Perlahan kumasukkan penisku. Ternyata lebih mudah memasukkan penis dengan posisi seperti ini. Mulai kudorong lebih dalam dan.. aE~bless..aE? penisku sukses memasuki sarang kenikmatan. Kami bercinta dengan dahsyat. Pertama aku memompa penisku dengan tempo pelan. Menikmati setiap gesekannya. Kemudian temp bertambah cepat. Bertambah cepat lagi dan akhirnya sampai terdengar bunyi yang khas setiap aku memompakan penisku ke vaginanya. Ita kali ini lebih diam. Dia hanya melenguh sesekali. Kulihat bibirnya merapat. Mungkin ini caranya menikmati persetubuhan. Aku terus memompa penisku. Keluar masuk vaginanya. Sesekali aku berhenti untuk mengambil nafas, memutar-mutar penisku dan kalau aku sudah di ambang orgasme, aku berhenti lagi. Aku tidak mau tergesa-gesa orgasme. aEsGanti posisi, Boy..aEt kata Ita. Aku kemudian telentang di springbedku. Ita menaikiku dari atas. Kubantu penisku memasuki vaginanya. Wah, ini pertama kalinya aku bercinta dengan tubuh di bawah. Aku sedikit kesakitan waktu Ita hendak menurunkan tubuhnya. Agak kurang pas mungkin. Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya kami sukses melakukannya. Ternyata enak juga. Aku tidak banyak bergerak. Hanya tanganku sesekali meremas lembut payudaranya. Selebihnya Ita yang aktif. Tampaknya ini posisi favorit Ita. Dia memutar-mutar pantatnya, naik turun mempermainkan penisku. Kurasakan denyut vaginanya yang menjepit penisku. Luar biasa. Aku akhirnya bisa bercinta lebih lama dibanding dengan Ria. aEsArg.. Argh..aEt Suara Ita menikmati percintaan kami. Tak lama kemudian kurasakan tubuh Ita bergetar makin hebat, makin hebat dan gerakannya makin cepat. Ita sedang berlari mengejar orgasmenya. Beberapa saat kemudian Ita menghentikan gerakannya. Tubuhnya menegang dan ia melenguh panjang.. Rupanya Ita mencapai orgasmenya. Yang aku ingat, ada ciri menarik dari orgasme Ita. Orgasmenya berbunyi! Ada bunyi yang keluar dari vaginanya. Aku sampai terheran-heran kemudian tertawa. aEsKamu orgasme ya? Kok bunyi?aEt kataku heran. Posisi berganti lagi. Aku memilih posisi konvensional dengan tubuhku diatas. Aku ingin menikmati melihat wajah dan tubuh Ita dengan bebas. Dengan posisi ini, energi yang kukeluarkan makin banyak. Tak lama kemudian akupun orgasme. Aku dengan lega menyemburkan spermaku. Kemudian kutarik penisku dan kulepas kondomnya. aEsKamu luar biasa..aEt bisikku sambil mencium hidungnya. Wah, aku tidak suka mengetahui siapa cowok yang pernah bercinta dengan wanita yang berbagi kenikmatan denganku. Tetapi aku menghargai Ita yang berterus terang. aEsKamu hipersex ya, Ita?aEt tanyaku lagi. Aku mendapatkan jawaban yang berbeda lagi. Jangan-jangan tiap wanita berbeda jawabannya? aEsKalau lagi kepingin.. Kamu memilih masturbasi atau making love?aEt Aduh.. Aku orang ketiga! Aku benar-benar tidak suka kejujuran seperti ini. Tidak ada perlunya aku tahu bahwa aku orang ke tiga yang bercinta dengannya. aEsLalu.. apakah sex itu sangat penting bagimu? Apakah sex itu salah satu yang terutama?aEt aku kemudian menceritakan rasa penasaranku terhadap wanita. Aku juga bercerita tentang pendapat Lucy dan Ria. Nah, aku tidak bisa memaksanya bukan? Jawaban kira-kira juga tidak akan enak disimpulkan. Yah, aku berharap dengan berjalannya waktu, Ita akan terus berpikir dan lalu menyimpulkannya. Downloads gratis untuk Hp mu... |
« Kembali || Keluar » Home |