Pada salah edisi majalah GN yang kubeli kulihat dikolom perkawanan kutemukan sebuah nama dengan identitas alamat rumah, nomor telepon dan juga nomor handphone sekalian. Maka timbul niatku yang memang suka iseng itu untuk menghubunginya, itung-itung juga nambah teman karena saat ini aku memang tinggal ditempat kost dan masih belum memiliki banyak teman yang mengerti akan isi hatiku ini, sehingga sore itu juga kucoba untuk menghubunginya lewat telepon umum yang ada didekat tempat kostku pada suatu sore dengan hujan rintik-rintik dan udara terasa dingin.
“Hallo,” aku memulai pembicaraan setelah beberapa kali nada panggil.
“Hallo juga,” jawabnya.
“Bisa saya bicara dengan Mas Widya,” lanjutku.
“Ya, saya sendiri, sapa nih?”
“Oh saya Surya,” lanjutku.
Dan pembicaraan kami berlanjut kehal-hal yang umum berkisar darimana aku mendapatkan data dirinya dan sebagainya, dan kelihatan dia sangat antusias sekali dalam menerima telponku. Hingga kuberanikan diri aku menawarkan diri untuk bermain ke rumahnya yang katanya dalam keadaan sepi karena dia memang tinggal sendirian dirumah itu.
“Boleh aku kesana”
“Boleh aja, kapan?” terusnya, “Sekarang yaa, aku tunggu”
“Sekarang mau hujan nih,” protesku.
“Enggak apa-apa nanti kita ketemu didekat terminal aja, ntar aku jemput pake motor”
“Ok deh, tunggu yaa, ntar kalau sudah nyampe terminal aku telpon kamu lagi, yaa”
“Oke, jangan lama-lama yaa”
Dan kuahiri pembicaraanku dengan Mas Widya sore itu, dan aku segera bergegas ganti pakaian dan segera menuju jalan raya untuk naik angkutan kota dengan jurusan yang telah disepakati bersama. Setelah kurang lebih dua puluh menit sampailah aku diterminal yang kutuju dan segera kucari telepon umum untuk menghubunginya kembali. Selesai aku telepon kutunggu dia dipos penjagaan terminal seperti yang kuutarakan sebelumnya dan dalam hati aku jadi salah tingkah sendiri menjelang bertemu dengannya, aku belum pernah tahu wajahnya, postur tubuhnya dan semuanya walaupun dia sudah memberikan ciri-cirinya secara sekilas kepadaku lewat telepon.
Kurang lebih lima menit aku menunggunya sampai akhirnya muncul seseorang mengendarai motor dengan ciri-ciri yang telah disebutkan tadi dan tanpa ragu-ragu lagi aku segera nongkrong diboncengan belakangnya. Didalam perjalanan menuju rumahnya tidak banyak pembicaraan yang kami lakukan, hanya sekedar basa-basi saja sambil pikiran ini menerawang jauh akankah semua yang jadi angan-anganku menjadi kenyataan hari ini juga ataukah masih tertunda beberapa waktu lagi. Karena terus terang aku hari itu lagi suntuk pengin rasanya mencari sesorang yang bisa kuajak bercumbu dan itu nggak peduli siapa orangnya asal mau sama mau yang udahlah.
Tidak berapa lama sampailah aku ke rumahnya yang lumayan juga, karena memang rumahnya didaerah perumahan yang pada umumnya bentuk dan ukurannya hampir sama. Karena diruang tamunya nggak ada meja kursinya maka aku dipersilahkan untuk masuk saja kekamarnya yang tertata cukup rapi dan bersih dengan segala peralatan elektronik yang yang cukup lumayan dari mulai TV, CD player dan juga pengeras suara yang berjejer dengan rapinya diatas sebuah bufet. Dia segera meraih remote dari TVnya dan sekaligus remote CD playernya yang ternyata sudah diisi dengan CD karaoke lagu-lagunya Ebiet G. Ade yang memang menjadi kesukaanku.
Sambil ngobrol sana sini tentang bagaimana awalnya dia bisa masuk GN dan hal-hal lain mengenai pekerjaannya, hobbinya dan siapa saja yang sudah menghubunginya, karena aku merasa pasti banyak yang sudah menghubunginya. Ketika aku disana beberapa saat saja sudah ada dua orang yang menghubunginya sehubungan dengan iklan perkawanan yang dimuatnya di GN itu.
Sampai sekitar jam 20.00 setelah bertemu dan ngobrol kurang lebih selama satu setengah jam, dia bertanya.
“Mau pulang apa nggak?
“Lho koq?” aku terheran-heran
“Bukannya aku ngusir yaa, kalau mau pulang sekarang aku antar sampai diterminal kalau mau nginap juga boleh. Terus terang aja kalau sudah diatas jam 21.00 aku males keluar rumah”
Kulihat kesungguhan dimatanya, apa dia benar-benar mengijinkan aku tinggal dirumahnya malam itu.
“Kalau aku nginap nggak keberatan yaa,” godaku
“Nggak takut sama aku, nggak takut diperkosa yaa,” lanjutku.
“Gombal,” jawabnya sambil tertawa dan memukul bahuku yang duduk disebelahnya.
Setelah obrolan kami cukup lama dan terasa makin akrab saja setelah dia mau menerimaku malam itu akhirnya tanganku yang nakal mulai beraksi dengan menyentuh pahanya yang kebetulan sedang memakai celana pendek dan ditumbuhi bulu-bulu yang tidak terlalu lebat. Sampai.. Tanganku akhirnya ditepiskan dari pahanya
“Ojo merangsang opoo,” katanya.
“Penisku ini cepet ngaceng, engko bengi wae nek arep main,” lanjutnya.
Tapi dasar aku yang bandel, dengan adanya penolakan itu semakin gencar tanganku dalam bergerilya kedaerah-daerah yang aku rasa paling sensitif untuk meningkatkan rangsanganku padanya sehingga dia akhirnya mulai tak tahan dan dengan serta merta dia bangkit berdiri menuju pintu depan dan segera menarik gordennya dan menutup pintunya dan menguncinya serta mematikan lampu yang ada diruang tamunya walaupun saat itu masih belum jam 21.00
Aku yang tetap diam di kamarnya jadi mengerti akan isyarat ini, ketika dia kembali kekamarnya dan langsung terkapar ditempat tidurnya dengan terlentang dan mata sedikit terpejam, aku jadi mengerti jika tugasku untuk memulai yang dia inginkan segera sudah tiba saatnya. Kuraba kakinya dengan pijitan lembut mulai dari ujung jarinya dengan kedua belah tanganku dan kudengar rintihnya
“Aduh enake ono sing mijeti”
Dan tanganku terus merayap sampai betisnya, kelututnya dan pahanya yang sedari tadi kuelus-elus terus sampai akhirnya kumasukan tanganku dilubang celana pendeknya untuk mengapai barangya yang sudah mulai ngaceng itu tapi sengaja kuelus dan kupijat-pijat agar dia bisa merasakan kenikmatan yang katanya belum pernah dia rasakan walaupun dia juga mempunyai pasangan yang sudah berjalan tiga tahun. Kemudian kubuka kaos yang dikenakannya dan kucumbui putingnya menuju ke arah perutnya, kepusarnya dan terus kebawah lagi sambil kutarik celana kolor yang dipakainya itu dan menyembulkan suatu bentuk bulat panjang dengan denyut-denyutannya dan segera kulepaskan celana pendeknya dan sekaligus celana dalamnya itu dan kulemparkan kelantai. Kemudian aku segera nyungsep diantara kedua pahanya dan mulai menjilati kantong buah pelirnya, kuhisap satu persatu dan terus ke atas dengan lidahku yang terjulur untuk mengesek batangnya yang melengkung itu.
“Aaahh aduh Mas, enak Mas”
“Pengalamanmu luwih akeh dibandingno ambek aku, Mas,” lanjutnya.
Aku tetap diam saja sambil terus kukulum penisnya dan segera kumasuk keluarkan dengan bibirku. Dia tambah menggelinjang sambil mengangkat pinggulnya karena kenikmatan yang kuberikan itu.
“Aauucchh, aku nggak kuat Mas”
“Aku wis enggak kuat Mas,” lanjutnya lagi.
“Terus kamu mau tak apakan,” tanyaku.
“Wis terserah karo sampeyan ae, Mas,” jawabnya.
Akhirnya segara kuraih lotion yang ada disebelah tempat tidurnya dan kuoleskan pada penisnya yang ngaceng itu dan juga kuambil sedikit lotion lagi dan kuoleskan dan lubangku yang memang sedari tadi sudah gatel didalamnya kepeingin ada sesuatu yang bisa menggaruknya.
Kutelentangkan dia dan aku segera ambil posisi duduk diatasnya dan dengan perlahan-lahan kumasukkan batangnya ke lubangku dari senti demi senti sehingga sampai pangkalnya dan setelah tidak kurasakan sakitnya, aku segera aktif dengan menaik-turunkan pantatku yang otomatis makin membuatnya makin keenakan saja, dan tidak berapa lama kemudian.
“Aduh.. Aduh Mas, aku arepe metu”
“Auucchh aauuhh, sstt enake”
Sambil tangannya mencengkeran kedua lenganku yang sedang duduk diatas penisnya sambil terus kugoyangkan pantatku naik turun walaupun aku tahu dia sudah mengeluarkan pejuhnya, tapi aku pura-pura cuek saja karena kurasakan penisnya masih cukup tegang
“Aduh.. Aduh wis Mas, wis Mas aku wis metu, aku enggak kuat, wis menengae ojo digoyang maneh, aku kerih kabeh ini,” kata-katanya terus nyerocos.
Sampai akhirnya aku tetap duduk diam diatas penisnya yang sengaja belum kulepaskan dan sekarang ganti tangannya yang mengocok penisku, tapi sampai beberapa lama aku tidak juga mencapai puncaknya, akhirnya aku putuskan untuk menyudahinya walaupun aku masih belum terpuaskan karena penisku terasa panas kena gesekan dengan tangannya. Lalu dia berkata
“Opoo, Mas? Sampeyan enggak nafsu yoo main ambek aku?”
“Koq ora metu-metu sampek aku kesel iki”
“Yoo, wis engko bengi ae dilanjutno maneh,” sahutku
Akhirnya kami berdua tidur dengan saling berpelukan dan dalam keadaan masih telanjang bulat, sampai aku tidak tahu jam berapa itu. Ketika aku terbangun dan dia masih terlelap disebelah. Mulai lagi sifat usilku, kuhisap lagi penisnya yang masih terkulai tidur seperti pemiliknya dan kumasuk keluarkan dengan mulutku yang akhirnya mulai mengeras kembali dan diapun terbangun merasakan rangsanganku pada penisnya. Kemudian dia meraih lotion disampingnya dan melumuri penisnya dengan lotion itu dan menyuruhku untuk menungging dan dia mulai memasukkan penisnya yang sudah siap tempur itu ke lubangku untuk yang kedua kalinya. Kalau pada ronde pertama tadi aku yang aktif naik turun, sekarang pada ronde kedua ini ganti dia yang aktif dengan memaju mundurkan penisnya dari belakangku. Sampai tak berapa lama terdengar.
“Aucch aku metu maneh Mas”
“Ssstt, aahh”
Dan kurasakan denyut-denyut didalam lobangku sampai akhirnya dia terdiam dan segera menggelosor disebelahku dan tangannya mulai lagi mengerjai punyaku.
“Duwek sampeyan koq ora metu-metu sih”
“Kesel kabeh aku, njaluk diapakno yaa,” lanjutku.
“Njaluk ditembakno nang ngone silitmu,” jawabku.
“Ih, emoh aku, aku ora iso, aku durung tahu ditembak, emoh, emoh aku”
Walaupun begitu aku tidak memaksanya untuk melayaniku sesuai dengan yang kuharapkan, tapi aku cukup puas bisa membuatnya ngecrot sebanyak dua kali
Kami kemudian tiduran kembali dan mulailah dia mengutarakan isi hatinya atau curhat kepadaku mengenai pasangannya yang sudah tidak memperhatikan dia lagi karena ada kawannya yang menginginkan dia untuk menjadi pasangannya walaupun dia sudah tiga tahun membinanya hubungan dengan Widya. Walaupun sudah lama menjadi pasangan, tapi kalau bermain, bercumbu tidak banyak variasi seperti yang telah kulakukan terhadaphnya, sehingga Widya merasakan mendapat sesuatu yang baru dariku. Dan dalam nada bicaranya dia mengharapkan aku untuk menjadi pengganti pasangannya yang sudah mulai jarang bertemu dengannya. Tapi aku menjawab bahwa itu tidak mungkin, karena aku adalah tipe seperti kumbang yang hinggap disini sejenak lalu hinggap disana sejenak dan akhirnya terbang lagi untuk hinggap ditempat lain. Karena aku mengakui bahwa aku adalah orang yang sex oriented saja, jadi mana mungkin aku bisa setia dengan pasanganku seandainya aku mempunyai pasangan. Hal itu kuutarakan kepadanya.
“Kamu nggak mungkin mengharapkan aku lebih dari seorang kawan, apalagi mengharapkan aku sebagai pasanganmu,” kataku.
“Karena kalau kamu mengharapkan yang lebih, kamu akan sakit hati, cemburu dan lainnya melihat setiap tingkah lakuku,” lanjutku.
“Aku bukannya tipe orang yang bisa setia terhadap pasangannya”
“Dan aku juga adalah orang yang bosanan, kita berkawan saja, kalau kamu mau curhat ke aku, boleh-boleh aja, aku nggak keberatan”
“Kalau kamu membutuhkan aku untuk ML, aku ready koq setiap saat, karena aku memang suka itu dan nggak perlu bertele-tele,” lanjutku.
“Tapi Mas.. ”
Belum sempat dia meneruskan kata-katanya, sudah kupotong terlebih dulu
“Udahlah nggak usah serius banget, aku seneng yang begini ini koq”
“Sudah ah kita tidur lagi yaa, sayang”
Walaupun aku mengucapkan sayang padanya, tapi tidak ada sebersitpun dalam hatiku untuk menjadikan dia sebagai pasanganku, karena aku takut mengecewakan dan juga takut dikecewakan. Karena aku memang pernah merasakan begitu sakitnya hati ini ketika pasanganku beralih kekawan karibku sendiri sehingga aku tidak bisa melupakan peristiwa itu dan akhirnya membentuknya sebagai suatu trauma agar aku tidak jatuh hati pada seseorang dan mengharapkan cintanya hanya untukku saja. Itulah yang membuatku menjadi senang berpetualang dengan setiap orang yang kuinginkan tanpa mengharapkan hubungan yang lebih jauh lagi dari hanya sekedar ML saja yang membuatku menjadi orang yang sex oriented saja, tidak lebih dari itu.
Aku terbangun dari tidurku setelah kudengar adzan subuh, dan aku membangunkan Widya yang berjanji untuk mengantarkan aku pagi itu karena untuk keluar dari perumahan tempatnya tinggal terlalu jauh bila harus jalan kaki menuju ke terminal. Tapi dia masih ogah-ogahan mungkin dia begitu lelah habis bermain dua ronde tadi malam, akhirnya kutelentangkan dia dan mulai kukenyot lagi penisnya yang mengkeret itu dan mulai nampak reaksinya dengan makin mengeras dan membesar.
“Aduh Mas, aku kesel Mas”
“Wis koe menengwae, mlumahae wis enggak usah obah”
“Aduh eesshh, enake Mas”
“Ayo terus Mas, aduh.. Aduh enake Mas”
Terus kukenyot penisnya yang makin tegang itu dan dia juga mulai mengangkat-angkat pinggulnya dan makin keras ngacengnya yang makin membuatku bersemangat untuk makin memacunya dalam emotan pada penisnya itu sampai akhirnya.
“Auucch Mas, aku arepe metu Mas”
Tapi aku pura-pura diem saja, sampai kurasakan cairan hangat, asin, amis mengalir dalam mulutku yang segera kutelan semuanya tanpa sisa, tinggallah dia terkapar menikmati sisa-sisa orgasmenya. Setelah berapa saat, aku baru sadar kalau hari sudah mulai terang dan ketika kulihat jamku sudah menujukkan pukul 05.30. Aku segera memakai pakaianku kembali, memang selama semalam kita tidur dalam keadaan telanjang semua. Dan segera kubangunkan dia untuk segera mengantarkan aku ke terminal.
Didalam perjalanan dari rumahnya ke terminal dia sempat berkata,
“Mas, nek aku kumpul karo sampeyan telung dino telung bengi, mungkin awakku ini entek kehabisan cairan,” terusnya.
“Lha yok opo saben tangi mesti diumek terus ae, mosok sak wengi iso metu sampek ping telu”
“Tapi awakmu puas khan?”
Tidak ada jawaban yang keluar dari mulutnya hanya sebuah senyuman yang mengandung sejuta arti bagiku dan itu sudah cukup bagiku si petualang ini.
Tamat
← Back || Exit →
Home
Cerita Terbaru & Terpanas!
04/12/24
Online :1
Hari ini :1
Minggu ini :1
Bulan ini :1
Total :5174