watch sexy videos at nza-vids!


New & Hot !


01.Aku Jadi Pengantin Muridku


Hai, perkenalkan namaku Erina. Usiaku sekarang 18 tahun. Teman-temanku sering memuji wajahku yang bulat dan manis dengan rambutku yang hitam sebahu yang menurut mereka amat serasi dengan bentuk wajahku. Tubuhku yang mungil dengan tinggi 152 cm, memberi kesan imut yang sering menjadi daya tarik tersendiri bagi teman-temanku. Aku merupakan seorang mahasiswi keturunan Chinese dari Medan yang bisa tergolong sebagai pendatang baru di Jakarta. Aku merantau ke Jakarta sendirian untuk melanjutkan pendidikanku di sebuah universitas swasta di Jakarta Barat. Sehari-harinya aku bekerja sebagai guru les privat yang mengajar anak-anak sekolah yang pada umumnya adalah anak-anak SMP atau SD. Aku melakukan ini untuk membiayai uang kuliah dan segala keperluanku. Maklumlah, sebagai pendatang baru di kota besar seperti Jakarta, aku harus bisa membiayai segala keperluanku sendiri. Apalagi keluargaku yang berasal dari daerah juga bukan tergolong keluarga yang cukup mampu untuk membiayaiku, maka aku memutuskan untuk mandiri sendiri di perantauanku. Suatu hari, aku mendapat panggilan dari sebuah keluarga yang ingin agar aku mengajar les anak tunggal mereka. Mereka menawarkan gaji yang bagiku amat tinggi dan kurasa cukup untuk membiayai kehidupanku di Jakarta. Tanpa pikir panjang lagi, segera kuterima tawaran keluarga itu, dan kami setuju bahwa aku akan mulai mengajar anak mereka besok sore harinya sepulang kuliah. Esok harinya, aku pun datang untuk mulai mengajar murid baruku itu. Sesampainya di rumah itu, aku tertegun melihat arsitektur rumah itu yang seperti sebuah istana yang dilengkapi taman hijau dan dikelilingi pagar terali yang tinggi. Dibandingkan dengan rumahku di daerah yang hanya A? luas rumah itu, apalagi tempat kosku yang kecil dan sumpek, tentu saja memiliki rumah seperti ini sudah menjadi impianku sejak kecil.

DING-DONG!! Kutekan bel pintu di sebelah pagar rumah itu.

aEsSiapa?aEt terdengar suara wanita di Interkom yang terletak di samping bel pintu itu.

aEsSaya Erina, guru les privat anak anda yang baru!aEt jawabku

aEsOh, Erina! Ayo, silakan masuk!aEt

Tiba-tiba, gerbang terali rumah itu terbuka. Aku pun segera masuk kedalam. Pintu garasi itu terbuka dan keluarlah seorang wanita paruh baya, usianya sekitar 40-an tahun. Dari penampilannya yang necis seperti seorang business-woman, sudah jelas bahwa ia adalah pemilik rumah ini. Wanita itu segera menyambut kedatanganku.

aEsHalo, Erina! Bagaimana kabarnya?aEt

aEsBaik-baik saja bu. Anda Bu Diana? Ibu Rendy?aEt tanyaku dengan sopan.

aEsYa, betul! Ayo masuk, kita bicara didalam!aEt ujarnya mempersilahkanku masuk

Sambil menuju ke ruang tamu, kami berbincang-bincang sejenak. Dari situ aku tahu bahwa bu Diana adalah pemilik Bridal Studio ternama di Jakarta sekaligus seorang desainer gaun pengantin yang sering pergi ke luar negeri untuk melihat pameran-pameran di luar negeri. Bahkan, di rumahnya banyak terpajang piala penghargaan bagi desainer di pameran luar negeri. Sementara suaminya adalah kepala cabang sebuah bank multinasional yang saat ini tinggal di Jerman. Maka ia hanya tinggal berdua saja dengan anaknya di rumah itu. Seringkali anaknya dititipkan ke kerabatnya apabila bu Diana hendak pergi ke luar negeri. Aku pun dipersilahkan untuk menunggu di ruang tamu sementara bu Diana mengambilkan minuman untukku. Aku hanya terpaku melihat hiasan-hiasan indah di rumah itu. Rasa-rasanya, harga salah satu hiasan patung ataupun lukisan itu cukup untuk membiayai uang kuliahku untuk satu semester.

aEsHayo, kok malah melamun?aEt aku dikagetkan oleh suara bu Diana yang segera menyajikan segelas es sirop untukku.

aEsEh… tidak… maaf, Bu!aEt aku tergagap salah tingkah, namun bu Diana hanya tersenyum melihatku. Bu Diana segera duduk di sofa ruang tamu di depanku.

aEsNah, Erina. Kamu akan mengajar Rendy mulai hari ini. Ibu harap kamu bisa memperbaiki nilai-nilainya di sekolah.aEt

aEsBaik bu. Saya akan berusaha sebaik mungkin.aEt

aEsSaya senang melihat semangatmu. Tapi apa kamu tahan menghadapi anak-anak nakal?aEt

aEsMemangnya ada apa, bu?aEt tanyaku penasaran

aEsRendy sekarang duduk di kelas 3 SMP, usianya tahun ini 16 tahun. Kamu tahu, itu masa yang rawan bagi anak remaja. Nilai Rendy terus menurun, ia lebih sering menghabiskan waktunya buat bermain atau menonton di kamarnya.aEt Bu Diana tampak menghela napas.

aEsTenang saja, bu. Saya akan berusaha untuk membuatnya belajar. Saya yakin, nilai Rendy pasti akan segera membaik.aEt

aEsBagus. Kinerjamu akan dinilai lewat nilai-nilai ujian semester mereka Juni ini.aEt

aEsBerarti, 5 bulan dari sekarang?aEt

aEsBenar. Tunggu sebentar ya, Erina? Ibu akan memanggil Rendy dulu.aEt

Aku mengangguk menyetujui. Bu Diana lalu beranjak pergi ke lantai atas. Tak lama kemudian, Bu Diana turun beserta seorang anak laki-laki. Wajah anak itu tidak bisa dibilang tampan, menurutku. Tubuhnya kurus dan termasuk tinggi untuk anak seusianya, bahkan lebih tinggi dariku. Tapi mukanya yang tampak masam saat melihatku yang duduk di hadapannya, dari wajahnya sudah terlihat ia seorang yang nakal dan bermasalah.

aEsAyo, beri salam ke Kak Erina! Mulai hari ini dia yang akan menjadi guru privatmu!aEt

aEsRendy.aEt Anak itu tampak acuh dan menyodorkan tangannya untuk bersalaman denganku.

aEsErina, salam kenal!aEt Aku berusaha tersenyum sambil membalas uluran tangannya.

aEsBaiklah, ayo antar kak Erina ke kamarmu dan mulai belajar!aEt perintah bu Diana, yang hanya dijawab oleh gerutuan dari Rendy. Aku tersenyum dan mengikuti Rendy ke kamarnya. Sejak hari itu, aku mulai mengajari Rendy sebagai guru privatnya.

Hari demi hari berlalu. Tidak terasa, sudah 3 bulan berlalu sejak hari itu. Tiap hari Senin hingga Jumat sore, aku terus mengajari Rendy sebagai guru privatnya secara rutin. Lama-lama aku pun semakin mengenal Rendy. Rendy sering bergaul dengan teman-temannya, namun sayangnya Rendy salah memilih pergaulan. Ia bergaul dengan anak-anak nakal di sekolahnya. Aku pernah melihat teman-temannya yang nakal itu, mereka selalu saja mengajak Rendy untuk membolos saat aku mengajar, yang seringkali dituruti olehnya, belum lagi sikap mereka yang menurutku tidak sopan maupun cara mereka bergaul yang lebih condong ke arah pergaulan bebas. Aku selalu bersabar mengajari Rendy, tapi anak itu benar-benar bandel. Setiap kali aku mengajarinya, ia hanya mengacuhkanku ataupun bengong melamun. Semua tugas yang kuminta untuk dikerjakan tidak pernah disentuhnya sama sekali. Parahnya lagi, tidak jarang kulihat kepingan DVD porno yang disembunyikannya dibawah kasurnya. Aku tidak pernah menghiraukan hal itu, karena tugasku di sini adalah untuk mengajarinya bahan pelajaran, bukan untuk menceramahinya. Mungkin karena pengaruh DVD itu dan pergaulannya, dia juga sering menggodaku untuk menjadi pacarnya. Aku memang masih single, tapi pacaran dengan anak dibawah umur? Tak pernah sama sekali terlintas di benakku untuk melakukan hal itu, apalagi Rendy adalah muridku.

Sering aku nyaris kehilangan kesabaran karena ulah Rendy, namun aku selalu teringat akan janjiku pada bu Diana untuk memperbaiki nilai Rendy dan mengingat biaya yang dikeluarkan bu Diana untuk membayarku, sudah cukup untuk membuatku selalu tegar menghadapi kebandelan Rendy. Namun seberapapun aku berusaha menahan kesabaranku, rupanya kesabaran bu Diana mulai habis. Suatu hari, ia memanggilku saat aku mengajar Rendy.

aEsErina, saya pikir kamu sudah tahu kalau nilai Rendy selama ini sama sekali tidak membaik.aEt Ujarnya agak keras

aEsMaaf, bu. Saya sudah berusaha, tapi Rendy…aEt

aEsSaya tidak mau mendengar alasan, Erina. Kamu tahu berapa gajimu setiap bulan bukan? Saya berharap pengeluaran itu setimpal dengan hasil yang kamu berikan. Tapi kalau begini hasilnya, saya benar-benar kecewa…aEt ujarnya dengan nada agak ketus

aEsTapi…aEt

aEsBegini saja. Saya akan tetap berpegang pada janji saya untuk menilaimu lewat hasil Rendy pada semester ini. Kalau nilainya masih juga belum membaik, saya terpaksa mencari pembimbing yang lebih mampu.aEt

aEsTapi bu…aEt aku berusaha memberi argumen dengan Bu Diana.

aEsSudahlah Erina, saya harus pergi ke studio sekarang! Saya harap, kamu bisa memperbaiki nilai Rendy secepat mungkin!aEt tegas bu Diana sambil berlalu pergi keluar dari rumahnya.

Kata-kata bu Diana benar-benar membuatku mulai patah arang. Bagaimana cara menggerakkan anak sebandel itu untuk belajar? Yang kutahu ia hanya tertarik dengan game PlayStation dan koleksi film miliknya, baginya memegang buku pelajaran pasti lebih susah daripada berenang melintasi samudra! Rasa putus asa menyelimutiku saat aku membayangkan bagaimana membiayai kuliahku apabila bu Diana meberhentikanku. Dengan lesu, aku kembali ke kamar Rendy untuk mengajar. Namun, sesampainya di kamar, aku melihatnya tertawa terbahak-bahak saat aku memasuki kamarnya.

aEsApa yang lucu?!aEt ketusku dengan muka masam.

aEsMau dipecat ya, Kak? Kasihaan deeeh!aEt ejeknya sambil tertawa.

Mendengar ejekan Rendy sudah lebih dari cukup untuk membuat amarahku yang sudah lama terpendam, meledak seketika.

aEsKamu maunya apa sih?! Kakak sudah memberimu penjelasan dan latihan-latihan, tapi sama sekali tak digubris!! Bagaimana nilaimu bisa bagus kalau kamu tidak pernah belajar!! Setiap hari yang kamu tahu cuma main game atau bengong saja!!aEt bentakku pada Rendy. Aku benar-benar merasa marah dan dipermainkan oleh anak itu. Tapi Rendy hanya tersenyum mendengar bentakanku itu.

aEsOke deh, kalau Kakak maunya begitu. Rendy akan minta Mami untuk mencari guru baru. Kakak cari saja murid yang mau menurut!!aEt Ujarnya dengan sombong.

Seketika itu juga aku ambruk ke lantai, air mataku menetes karena putus asa. Aku sudah harus membayar biaya kuliahku bulan depan yang rencananya akan kubayar dengan gajiku bulan ini. Apabila aku diberhentikan sekarang, bagaimana caraku untuk membayar uang itu? Tidak mungkin meminta kiriman uang dari keluargaku, aku tidak memiliki kerabat di Jakarta dan lagipula mana mungkin teman-temanku mau meminjamkan uang untuk mahasiswi miskin sepertiku ini? Sebenarnya banyak mahasiswa yang tertarik padaku dan mau menjadi pacarku. Bisa saja aku meminjam uang dari mereka, namun aku tak mau kalau harus berhutang budi pada mereka, bisa saja itu menjadi alasan mereka untuk memaksaku menjadi pacar mereka. Pikiran bahwa aku harus berhenti kuliah membuatku galau dan putus asa. Aku pun menangis terisak di hadapan Rendy.

aEsWaah, malah nangis… Dasar cengeng!aEt ejek Rendy saat melihatku menangis, namun itu tidak menghentikan isak tangisku.

aEsOke, oke. Aku mau belajar, tapi kakak harus menuruti permintaanku, Oke?!aEt Rendy mulai membujukku.

aEsA…apa yang kamu mau?!aEt jawabku sambil terisak.

aEsPertama, kakak berdiri dulu ya?aEt Rendy memegang tanganku dan membantuku berdiri. Aku pun segera beranjak bangun. Kulihat mata Rendy tampak menggerayangi lekuk tubuhku. Ia lalu berjalan berputar-putar mengelilingiku. Aku pun mulai risau melihat gelagat anak itu.

aEsSudah! Jangan putar-putar melulu! Kepala kakak pusing tahu!! Kamu maunya apa sih?!aEt bentakku tidak sabaran.

aEsKak, Rendy penasaran deh…aEt ungkap Rendy.

aEsApanya?!aEt

aEsKakak itu cewek kan?aEt

aEsLalu kenapa? Bukannya sudah jelas kan?!aEt jawabku kesal.

aEsKalau begitu, kakak punya memek juga doong…aEt balas Rendy dengan nada mengejek.

aEsRendy penasaran nih… Memek kakak mirip nggak ya, dengan memek cewek-cewek yang sering kulihat di film-film porno?aEt sambungnya dengan santai.

Oh, astaga! Bagai tersambar petir, aku benar-benar marah mendengar ucapan Rendy itu. Moral anak ini benar-benar sudah hancur sama sekali!! Bagaimana bisa dia menanyakan hal seperti itu didepan seorang gadis dengan santainya? Anak ini benar-benar sudah kelewat batas!

PLAAK… Tanpa sadar kutampar pipi kiri Rendy hingga anak itu terjatuh ke lantai. Rendy pun merintih kesakitan.

aEsAduh, sakiit…aEt rintihnya pelan.

Ya ampun! Apa yang telah kulakukan? Sesaat aku sontak tersadar, namun sudah terlambat. Tamparanku sudah keburu mendarat di pipi Rendy. Melihat Rendy yang terjatuh, aku pun merasa semakin panik. Segera kuhampiri Rendy yang masih merintih di lantai.

aEsRendy, Rendy! Kamu nggak apa-apa kan?! Maaf ya, kakak tak sengaja. Maaf…aEt tanyaku cemas.

Aku berusaha menggenggam tangan Rendy, namun ia segera menepis tanganku.

aEsPergi sana! Rendy akan laporkan kakak ke Mami!! Biar nanti kakak dituntut ke polisi!!aEt teriaknya.

aEsRendy… Kakak minta maaf ya? Kakak benar-benar tak sengaja…aEt aku benar-benar panik mendengar ancaman Rendy, yang sangat mungkin menjadi kenyataan mengingat keluarganya yang cukup terpandang.

aEsNggak mau! Pergi sana!! Tunggu saja sampai Mami pulang, Kakak pasti kulaporkan!aEt ancam Rendy sekali lagi. Rendy segera beranjak, hendak keluar dari kamarnya.

Aku benar-benar putus asa dan kebingungan. Masalah yang datang menghampiriku silih berganti. Bagaimana ini? Sebelumnya, ancaman pemecatanku sudah diambang mata dan sekarang malah aku terancam dituntut oleh keluarga kaya ini. Pikiranku pun mulai buntu dan tanpa pikir panjang lagi, kutarik tangan Rendy untuk mencegahnya keluar kamar.

aEsTunggu Rendy!! Kakak akan menuruti permintaan Rendy! Apapun! Tapi tolong jangan laporkan kakak ke bu Diana!aEt bujukku pada Rendy.

Langkah kaki Rendy terhenti sebentar. Rendy lalu melirik melihatku.

aEsBenar nih? Kakak nggak bohong kan?aEt tanyanya tidak percaya.

aEsIya, iya! Kakak janji! Tapi cuma sekali ini saja ya!aEt jawabku putus asa.

aEsOke deh kalau begitu. Rendy mau lihat memek kakak sekarang.aEt Perintahnya padaku.

aEsTapi cuma lihat saja ya! Jangan macam-macam!aEt

aEsIya, deeh…aEt jawab Rendy puas.

Aku lalu berdiri di depan Rendy, perlahan-lahan kunaikkan rok putihku yang selutut di hadapan anak itu. hingga akhirnya rokku mencapai pinggul, menampakkan pahaku dan celana dalam pink berendaku dengan jelas. Rendy tampak takjub saat melihat celana dalamku yang masih menutupi selangkanganku.

aEsTunggu Kak! Jangan bergerak dulu!aEt perintah Rendy mendadak. Aku pun tak punya pilihan lain selain memamerkan celana dalamku di hadapan Rendy.

Perasaanku campur aduk saat melihat mata Rendy yang tampak berbinar-binar takjub melihat celana dalamku. Aku pun bisa mendengarnya menelan ludah. Pasti ini pengalaman pertamanya melihat celana dalam seorang gadis yang asli. Kurasa selama ini dia hanya melihat celana dalam wanita lewat film pornonya saja. Ia tampak gugup sekaligus senang melihat celana dalamku. Sementara jantungku berdegup kencang sekali saat mengingat seorang anak ABG sedang mengamati celana dalamku dengan seksama. Wajahku sekarang pasti sudah lebih merah dari buah tomat yang matang karena malu. Rendy menoleh sejenak ke belakang sambil menghela nafas. Kurasa ia juga amat gugup karena dari tadi mengamati celana dalamku tepat di depan wajahnya. Tapi, ia segera kembali menoleh melihat celana dalamku dan kali ini kulihat sorot matanya yang secara khusus mengamati bayangan vaginaku dibalik celana dalamku. Sorot matanya yang mengamati dengan seksama memberiku sensasi yang aneh. Belum pernah kulihat sorot matanya seserius itu.

Semakin lama, kepalanya semakin maju hingga memasuki rokku dan tampaknya ia benar-benar menikmati saat mengamati celana dalamku. Aku dapat merasakan dengan sangat jelas detak jantungku yang berdegup semakin kencang. Aku merasa bingung mengapa jantungku bisa berdetak sekencang itu hanya karena Rendy sedang mengamati celana dalamku? Aduuh… andai saja aku tidak menamparnya tadi, sesalku dalam hati.

aEsRendy, sudah ya… Kakak sudah capek nih…aEt bujukku pada Rendy.

aEsBelum kak. Kakak masih belum menepati janji kakak!aEt protesnya padaku.

aEsApa lagi, sih, Rendy?!aEt

aEsAku mau melihat memek kakak! Bukannya tadi kakak berjanji untuk menuruti keinginanku? Ayo, buka celana dalamnya dong kak!aEt pintanya padaku.

aEsTapi… tapi…aEt aku berusaha mencari alasan untuk menolak permintaan Rendy, namun pikiranku buntu sama sekali. Memang benar tadi Rendy sempat berkata bahwa ia ingin melihat kewanitaanku. Tapi bagaimanapun, aku merasa amat keberatan kalau seorang anak kecil melihat vaginaku yang selalu kujaga baik-baik untuk suamiku di masa depan.

aEsAyo, kak! Kalau tidak aku akan melaporkan kakak ke Mami lho!!aEt ancamnya sekali lagi. Aku sadar, aku tidak mungkin meloloskan diri dari permintaan Rendy.

aEsIya deh! Tapi cuma sebentar saja ya!aEt gerutuku. Saat mendengar kata aE~melapor ke MamiaE?, aku sudah kalah telak tanpa bisa membantah atau menolak permintaan anak ini.

aEsOke deh!!aEt serunya dengan riang setelah mendapat izin dariku.

Tanpa menunggu lama, ia segera melorotkan kedua sisi celana dalamku dan menurunkan celana dalamku hingga celana dalamku tergulung di pahaku. Sekarang, tanpa pelindung apapun, kewanitaanku terpampang jelas dihadapan Rendy yang kini mengalihkan perhatiannya ke vaginaku. Pikiran dalam hatiku berkecamuk. Apa yang sebenarnya kulakukan? Bukankah bu Diana membayarku untuk mengajar les privat anaknya? Namun kenyataannya sekarang, celana dalamku sudah ditarik turun oleh muridku sendiri yang kini sedang sibuk mengamati kewanitaanku. Kalau bu Diana mengetahui hal ini, aku tidak tahu apa yang akan dilakukannya padaku. Paling tidak aku agak beruntung karena bu Diana tidak berada di rumah saat ini, jadi aku tidak perlu khawatir akan kepergok olehnya.

aEsWaah, beda sekali dengan memek cewek-cewek di film porno. Memek kakak bersih ya! Nggak ada rambut-rambutnya!aEt puji Rendy padaku.

Tentu saja! Aku paling menjaga dan merawat daerah kewanitaanku sebaik mungkin. Aku selalu teratur membersihkan vaginaku dan mencukur rambut kemaluanku. Mana mungkin vaginaku disamakan dengan vagina para perempuan di video porno yang pasti tidak dirawat dengan teratur! Pikirku kesal.

aEsHei, Rendy. Sudah cukup ya?aEt pintaku pada Rendy.

aEsSebentar lagi, ya. Kak!aEt

Ampuun! Aku benar-benar terjebak! Memamerkan kewanitaanku di depan anak SMP sudah lebih dari cukup untuk membuatku malu seumur hidup! Aku tak berani membayangkan kalau ada orang yang melihat hal ini. Badanku terasa panas dan keringatku mulai mengucur deras hanya karena kewanitaanku diamati oleh Rendy. Apalagi mengingat kalau aku seharusnya mengajarinya dalam pelajaran, bukan malah memberinya tontonan yang tidak pantas seperti ini.

aEsWaah… kok memek kakak makin lama makin basah sih?!aEt tanya Rendy tiba-tiba.

aEsAh… Eh?!aEt mendadak aku tersadar dari lamunanku, saat itulah aku baru menyadari kalau jari telunjuk Rendy sudah menyentuh bibir vaginaku. Ujung jari Rendy sudah mulai masuk sedikit ke dalam liang vaginaku dan mulai menggosok-gosok bibir vaginaku yang sudah basah karena luapan cairan cintaku tanpa sadar.

aEsAAH!!! Hei!! Hentikan, Rendy!!!aEt aku benar-benar panik melihat jari Rendy di vaginaku itu. Aku takut kalau keperawananku malah terenggut oleh jari-jari Rendy. Namun Rendy tidak berhenti.

aEsRendy! Sudah cukup, hei!! Bukannya kamu berjanji hanya melihat saja?!aEt protesku pada Rendy.

aEsAargh! Berisik! Diam saja! Kalau tidak, kutusukkan jariku kedalam memek kakak dalam-dalam, mengerti?!aEt bentak Rendy padaku.

Aku benar-benar takut. Rendy memang memegang kendali saat ini, apalagi dengan jarinya yang masih sibuk memainkan bibir vaginaku, mudah saja baginya untuk memperawaniku dengan jarinya. Aku berpikir daripada aku diperawani jari-jari Rendy, mungkin lebih baik kalau aku menuruti kemauannya. Aku kembali menangis terisak, namun Rendy tidak menghiraukan tangisanku, ia malah menggosok-gosokkan jarinya di sela vaginaku dengan pelan. Saat itulah aku tersentak sesaat merasakan kenikmatan gosokan jari Rendy di vaginaku. Jujur saja, ini merupakan pengalaman pertama bagiku merasakan kenikmatan seperti itu karena aku tidak pernah beronani sebelumnya. Aku pun merasa tenagaku untuk berontak lenyap seketika.

aEsAh… ohh… aakh…aEt tanpa sadar, aku mendesah nikmat karena gosokan jari Rendy.

aEsAda apa, Kak?!aEt tanya Rendy padaku.

aEsAahh… hentikan… Rendy… jangan… auuch…aEt Suaraku sudah mulai bercampur dengan lenguhanku.

aEsLho, kok kakak mau berhenti? Bukannya rasanya enak Kak?aEt balasnya setengah mengejek.

aEsEegh… itu… itu…aEt tanpa sadar, aku pun melepaskan rokku yang dari tadi kupegang, tapi Rendy segera menyibakkan rokku kembali.

Rendy terus mengamati wajahku untuk melihat reaksiku, aku berusaha tidak menatap wajahnya, walaupun sesekali dapat kulihat ia tersenyum dengan reaksiku. Badanku terasa limbung ke belakang, tempat meja belajar Rendy berada. Aku pun menyandarkan diri di meja belajar itu dan kedua tanganku memegang bibir meja itu agar aku tidak jatuh. Rendy sekarang memegangi rokku dan menekannya di perutku, sehingga rokku tersibak dan vaginaku terpampang semakin jelas.

aEsNah, kita mulai sekarang ya, Kak?aEt ujarnya padaku dan ia mulai mempercepat gosokannya di bibir dan celah-celah vaginaku. Aku pun tidak lagi menolak. Lagipula, aku tidak ingin Rendy menghentikan aktivitasnya saat ini, aku sudah terlanjur dikuasai kenikmatan yang melanda tubuhku

aEsOuchhh… aahh… aahhh…aEt desahku menahan kenikmatan di vaginaku, akal sehatku sudah lenyap dan aku sepenuhnya dikuasai oleh kenikmatan di kewanitaanku. Entah mengapa, fakta bahwa yang mengocok vaginaku adalah muridku sendiri yang masih SMP malah membuatku semakin bernafsu.

aEsAduuh… aw… aw… aww…aEt rintihan-rintihan kenikmatan keluar dari mulutku setelah 3 menit berlalu sejak bibir kewanitaanku dilayani oleh jari-jari Rendy. Aku pun sudah tidak tahan lagi, aku merasa akan segera mencapai orgasmeku untuk pertama kalinya. Namun, tiba-tiba terdengar suara decitan mobil di halaman rumah. Bu Diana telah pulang! Aku dan Rendy segera menghentikan aktifitas kami, dan aku segera merapikan celana dalam dan rokku kembali. Kami lalu bergegas kembali ke meja belajar untuk melanjutkan les. Walaupun aku merasa agak kecewa karena nyaris saja mencapai orgasme, namun aku tetap melanjutkan mengajari Rendy walaupun suasana hatiku amat galau saat itu. Akhirnya aku pun selesai mengajar Rendy hari itu. tapi harus kuakui, Rendy tampak lebih bersemangat menyimak penjelasanku sehabis kejadian itu. Hanya saja aku tampak kacau karena banyak hal yang terjadi hari itu. Tapi bagaimanapun aku juga masih bersyukur karena selaput daraku tidak sampai robek akibat ulah Rendy tadi.

Sebelum pulang, Rendy sempat meminjam Handphoneku. Alasannya, ia mau mengirimkan lagu-lagu baru untukku, aku pun hanya mengiyakan saja permintaan Rendy itu. Setelah Rendy mengembalikan Handphoneku, aku pun segera pamit kepada bu Diana dan kemudian pulang ke tempat kosku. Aku berharap semua kejadian hari ini hanyalah mimpi buruk semata.

Esok harinya, aku pun terbangun dalam keadaan galau. Semalaman aku mencoba tidur, namun di kepalaku selalu terbayang kejadian kemarin sore di rumah bu Diana. Akibatnya, bisa ditebak, aku benar-benar merasa amat letih dan lesu. Aku pun mencoba menyetel lagu yang kemarin diberikan Rendy padaku untuk mempercerah suasana. Aku lalu membuka handphoneku untuk mendengarkan lagu. Tapi aku tidak menemukan satupun file musik baru di handphoneku, malahan, lagu-lagu koleksiku banyak yang terhapus. Penasaran, aku pun memeriksa isi handphoneku. Sekarang, di bagian video, malah ada sebuah video yang berukuran ekstra besar. Penasaran dengan video di handphoneku, aku pun mulai memutar video itu. Astaga! Aku benar-benar terkejut setengah mati saat melihat diriku yang sedang memamerkan celana dalam di hadapan Rendy terekam di video itu dan bagaimana Rendy memainkan jari-jarinya di vaginaku juga terlihat dengan amat jelas dari arah samping. Saat itulah aku baru ingat bahwa saat aku memamerkan selangkanganku, sebuah handycam milik Rendy tergeletak di ranjangnya yang ada di samping meja belajarnya. Berarti, Rendy secara diam-diam berhasil merekam adegan mesumku! Tidak terbayang bagaimana perasaanku saat itu. Rasa letih d an lesu yang menyerangku dari pagi kini ditambah dengan perasaan cemas dan takut kalau video itu disebarluaskan, apalagi wajahku tampak jelas di video itu. Aku bingung, apa yang harus kulakukan? Bagaimana apabila video itu sudah disebarluaskan? Aku pasti diberhentikan dari universitas. Parahnya lagi, aku pasti akan dianggap sebagai perempuan rendahan oleh masyarakat. Bagaimana caraku menjelaskan pada keluargaku tentang video itu? Bayangan-bayangan itu terus berkecamuk didalam pikiranku selama seharian penuh. Walaupun begitu, sore harinya aku kembali berangkat menuju rumah bu Diana untuk mengajari Rendy. Saat aku datang, bu Diana masih belum pulang karena harus menyelesaikan proyek di studionya. Aku pun segera menemui Rendy untuk menyelesaikan masalah ini. Kebetulan, Rendy yang membukakan pintu untukku. Seolah ia sudah lama menunggu kedatanganku.

aEsHalo, Kak Erina. Bagaimana, video klip lagunya bagus tidak?aEt tanyanya dengan nada mengejek.

aEsRendy, kenapa kamu sejahat itu dengan kakak?! Buat apa kamu merekam video beginian sih?! Belum cukup kamu mempermainkan kakak kemarin?!!aEt jawabku dengan perasaan kesal bercampur cemas.

aEsWaah, kenapa Rendy dibilang mempermainkan kakak? Bukannya kemarin kakak terlihat nyaman saat aku layani?aEt Mata Rendy tampak semakin merendahkanku.

aEsSudahlah! Mana videonya? Cepat berikan ke kakak!!aEt perintahku.

aEsTenang saja kak, videonya Rendy simpan dengan baik kok. Jadi kakak tenang saja!aEt

Aku mengepalkan tanganku, menahan berbagai macam emosi yang bergejolak di dalam hatiku. Nyaris aku kembali menangis karena rasa cemas yang semakin kuat mencengkeram diriku, namun aku berusaha mengendalikan diri. Aku sadar aku tidak bisa mengambil jalan kekerasan untuk menghadapi Rendy, karena malah akan membuat masalahku tambah runyam.

aEsOh iya, Rendy juga belum memperlihatkan videonya ke orang lain. Waah, sayang sekali ya kak? Padahal videonya bagus kan?aEt lanjutnya.

Mendengar pernyataan Rendy itu, aku merasa melihat secercah cahaya dan harapanku sedikit pulih. Namun masih saja aku merasa tegang dan cemas. Aku pun berusaha membujuk Rendy untuk menyerahkan video itu padaku.

aEsRendy, kakak mohon… berikan video itu ke kakak, ya? Tolong jangan sakiti kakak lagi…aEt aku memohon meminta belas kasihan pada Rendy.

aEsHmm… kalau begitu, kakak harus mau menuruti perintahku lagi, aku berjanji akan memberikan videonya ke kakak.aEt

aEsKakak mohon, Rendy… Jangan lagi…aEt air mataku kembali mengucur saat mendengar syarat yang diajukan Rendy. Berarti aku harus kembali merendahkan diriku dihadapannya.

aEsKakak mau atau tidak?! Kalau tidak, ya sudah! Kakak bisa melihat videonya di internet besok pagi.aEt Ketusnya tanpa menghiraukan perasaanku.

Aku pun tidak punya pilihan lain, selain menuruti kemauan Rendy. Tampaknya percuma saja aku berusaha meminta belas kasihan anak ini. Yang ada di pikirannya saat ini pasti hanyalah keinginan untuk mempermainkan diriku sekali lagi. Terpaksa aku harus melayani permintaannya lagi agar video itu kudapatkan.

aEsBaiklah, kakak mengerti… Kakak akan menuruti perintahmu, tapi kamu harus berjanji akan memberikan video itu ke kakak!aEt jawabku memberi persetujuan.

aEsBeres, Kak!aEt Kali ini Rendy tampak girang sekali saat mendengar kalimat persetujuanku itu.

aEsNah, sekarang apa yang kamu mau?!aEt Tanyaku tidak sabaran

aEsTunggu sebentar dong Kak… Jangan buru-buru! Kalau sekarang pasti cuma sebentar karena Mami sebentar lagi pulang.aEt

aEsLalu, kamu maunya kapan?aEt

aEsNah, kebetulan 2 hari lagi Mami akan berangkat ke luar negeri, soalnya Mami akan memperagakan busana pengantin buatannya di pameran.aEt



Back || Exit

Home

Cerita Terbaru & Terpanas!

01/11/24
Online :1
Hari ini :1
Minggu ini :1
Bulan ini :2
Total :10222


online counter
Mp3 Baru!